Minggu, 04 Juli 2010

Kilimanjaro Terancam Tanpa Salju

Salju Kilimanjaro, yang terkenal dalam cerita pendek Ernest Hemingway dengan nama yang sama, dapat hilang setidaknya pada 2022, demikian hasil satu studi baru yang disiarkan Selasa di dalam Proccedings of the National Academy of Sciences. Untuk pertama kali pada hamper 12.000 tahun, berdasarkan analisis mengenai inti es, puncak tertinggi di Afrika barangkali akan terbebas dari es setidaknya pada 2022 atau paling lambat pada 2033, kata ahli gletser Lonnie Thompson dari Ohio State University, yang memimpin studi tersebut. “ Dari lapisan es yang ada pada 1912,” tulis Thompson dan rekannya di dalam jurnal itu, “85 persennya telah hilang dan 26 persen yang ada pada 2000 kini sudah hilang.” Namun, para peneliti yang mengkaji puncak gunung tersebut, termasuk mereka yang terlibat di dalam studi itu, berbeda dalam kesimpulan mereka mengenai berapa banyak pencairan yang dapat terjadi akibat ulah manusia atau pengaruh lain iklim. Beberapa studi telah menyatakan hilangnya es tersebut disebabkan oleh apa yang dipandang beberapa ahli sebagai factor local, berkurangnya salju yang turun dan makin banyaknya seblimasi – proses yang mengubah es menjadi uap air pada temperature di bawah titik beku.
Studi baru itu kelihatannya memperkuat pendapat bahwa pemanasan globlal menjadi pangkal sublimasi lebih lanjut. Ini ada dokumentasi yang sangat menyeluruh mengenai perubahan di gletser Kilimanjaro.” Kata Kevin Trenberth, pemimpin bagian analisis iklim di National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, yang tidak menjadi bagian dari studi tersebut. Snows of Kilimanjaro jadi terkenal di dalam cerita pendek Ernest Hemingway dengan nama yang sama pada 1938. Di dalam cerita tersebut, sang tokoh utama menyatakan “seluas seluruh dunia, hamparan putih yang sangat putih,besar, tinggi disengat matahari terhampar lapangan Kilimanjaro”.
Mencairnya es juga menjadi penyebab bencana besar. Di samping resiko bahwa sedimen – sedimen goyah yang munculkarena es mencair bisa menyelinap masuk laut sebagai longsor pemicu tsunami, tanggalnya lapisan es juga bisa memicu letusan gunung api.
:bahkan penciutan (lapisan es) puluhan centimeter saja sudah cukup menciptakan perubahan,” kata Andrew Russell dari Universitas Newcastle. Contohnya glasier Vatnajokull di Islandia yangberdiri di atas batas lempeng dan sejumlah gunung api yang kemungkinan sirna dua abad nanti.” Jika itu sirna, Anda mesti berjuang membunuh kengerian dari membesarnya beban samudra yang akan meningkatkan aktivitas vulkanik,” kata Russell
Di awal zaman es terakhir, aktivitas vulkanik di Islandia utara meningkat hingga 30 kali lebih besar dibandingkan sekarang. Dan jika nanti gunung – gunung api di belahan utara yang tertutup es itu meletus, maka hamburan letusan akan menyebar di dunia.
Ilustrasinya terjadi pada 1783, saat Gunung Berapi Laki di Islandia memuntahkan debu belerang ke seluruh Eropa sehingga benua ini mengalami satu musim dingin maut yang membunuh ribuan orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar